PERALIHAN
penguasa bisnis jagoan di Ibu Kota bukanlah suksesi yang mulus. Pada 1990-an,
area ini dikuasai Hercules. Ia semula pemuda Timor yang direkrut Komando
Pasukan Khusus, atau Kopassus, pada saat proses integrasi wilayah itu ke
Indonesia. Terluka dalam kecelakaan helikopter, ia dibawa Gatot Purwanto,
perwira pasukan yang dipecat dengan pangkat kolonel setelah insiden Santa Cruz,
ke Jakarta.
Hercules
Hercules menetap di Jakarta, dan segera merajai dunia para jagoan. Ia menguasai
Tanah Abang. Namanya pun selalu dekat dengan
kekerasan. Kekuasaan tak abadi. Pada 1996, ia tak
mampu mempertahankan kekuasaannya di pasar terbesar se-Asia Tenggara itu.
Kelompoknya dikalahkan dalam pertikaian dengan kelompok Betawi pimpinan Bang
Ucu Kambing, kini 64 tahun.
Sejak itu ia tak lagi berkuasa. Tapi namanya telanjur menjadi ikon. Seorang
perwira polisi mengatakan, setiap pergantian kepala kepolisian, Hercules selalu
dijadikan "sasaran utama pemberantasan preman".
Pada masa kejayaan Hercules, ada Yorrys Raweyai. Pada awal 1980-an, ia bekerja
menjadi penagih utang. Kekuatan pemuda asal Papua ini ditopang Pemuda
Pancasila, organisasi yang mayoritas anggotanya anak-anak tentara. Dia menjadi
ketua umum organisasi itu pada 2000 dan melompatkan kariernya di politik. Dia
kini anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Golkar.
Yorris Raweyai
Pemuda Pancasila juga menjual jasa pengamanan lahan, penagihan, dan penjaga
keamanan. Ordernya diterima dari perusahaan resmi yang memiliki jaringan dengan
Pemuda Pancasila. "Habis, mau kerja apa, mereka
tidak punya ijazah," Yorrys menunjuk anggota kelompoknya. Soal cap preman,
dia berkomentar enteng, "Saya anggap koreksi saja."
Pada generasi yang sama, Lulung, bekas preman Tanah Abang,
kini menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta dari Partai
Persatuan Pembangunan. Usahanya dimulai dari pengumpul sampah kardus bekas
hingga barang bekas. "Karier"-nya mencorong ketika kemudian bermain
dalam usaha pengamanan Tanah Abang.
H. Lulung
Untuk melestarikan kekuatan, Lulung memilih jalur resmi. Ia mendirikan PT
Putraja Perkasa, lalu PT Tujuh Fajar Gemilang, dan PT Satu Komando Nusantara.
Perusahaan ini disesuaikan dengan "kompetensi inti" Lulung: jasa
keamanan, perparkiran, penagihan utang. "Kami masuk lewat tender
resmi," ujarnya.
Pada 1996, ketika Hercules berhadapan dengan Bang Ucu, Lulung memilih
"berkolaborasi" dengan kelompok Timor. Alhasil,
ia dikejar-kejar teman-temannya di Betawi. Bang Ucu menyelamatkannya. Itu sebabnya,
kini Lulung rajin menyetor dana ke Ucu.
Dari Nusa Tenggara Timur ada nama Zakaria "Sabon"
Kleden. Mendarat di Betawi pada 1961, Zaka-begitu dia disapa-mengatakan menjadi
preman pertama asal daerahnya. "Dulu istilahnya geng. Ada geng Berland,
Santana, dan Legos," tuturnya kepada Tempo.
Riwayat Zaka tak kalah berdarah. Ia mengaku sempat memutilasi korbannya. Ia
juga mengatakan telah menembak mati beberapa orang. "Saya membela harga
diri saya," ujarnya. Tapi ia mengatakan tak pernah dinyatakan bersalah.
"Saya sering ditahan, tapi tidak pernah dihukum penjara," kata pria
yang sangat dihormati kelompok preman terutama dari daerah Nusa Tenggara Timur
itu. Tiga tahun lalu, Zaka menjalankan bisnis sekuriti, PT Sagas Putra Bangsa.
Dari eranya, Zaka menyebutkan nama ketua geng seperti Chris Berland, Ongky
Pieter, Patrick Mustamu dari Ambon, Matt Sanger dari Manado, Jonni Sembiring
dari Sumatera, Pak Ukar dan Rozali dari Banten, Effendi Talo dari Makassar.
"Komunikasi di antara kami baik, maka jarang bentrok berdarah,"
tuturnya.
Pada awal 2000, muncul Basri Sangaji. Tapi dia terbunuh dalam penyerangan berdarah di Hotel Kebayoran Inn, Jakarta Selatan. "Bisnis"-nya diteruskan anggota keluarga Sangaji: Jamal dan Ongen. Ongen kini mantap dengan karier politiknya, menjabat Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Hanura Jakarta. "Target saya ketua Dewan Pimpinan Pusat," ujarnya.
Pada awal 2000, muncul Basri Sangaji. Tapi dia terbunuh dalam penyerangan berdarah di Hotel Kebayoran Inn, Jakarta Selatan. "Bisnis"-nya diteruskan anggota keluarga Sangaji: Jamal dan Ongen. Ongen kini mantap dengan karier politiknya, menjabat Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Hanura Jakarta. "Target saya ketua Dewan Pimpinan Pusat," ujarnya.
Basri Sangaji
Menjelang 1980-an kelompok-kelompok preman etnis juga membentuk organisasi
massa. Dimulai dari Prems-kependekan dari Preman Sadar-pimpinan Edo Mempor.
Tetap saja, bisnis mereka penagihan, perpakiran, dan jaga tanah sengketa.
"Ini awal mulanya preman berbalut ormas," kata seorang mantan serdadu
yang kini jadi preman.
Kelompok itu berdiri hingga kini. Ada Angkatan Muda Kei, Kembang Latar, Petir,
Forum Betawi Rempug, Forum Komunikasi Anak Betawi (Forkabi),
Badan Pembina Potensi Keluarga Besar Banten, juga Angkatan Muda Kei.
SETELAH bentrok berdarah di Ampera, nama Thalib Makarim muncul ke permukaan.
Para pesaingnya menyebut dia menyediakan pengamanan klub hiburan malam, seperti
Blowfish, DragonFly, X2, dan Vertigo. Thalib resminya seorang pengacara.
Dia pernah mendampingi artis kakak-adik Zaskia Adya Mecca dan Tasya Nur Medina,
yang diculik oleh Novan Andre Paul Neloe. Ia juga menjadi anggota tim pengacara
pengusaha Tomy Winata, ketika menggugat majalah Tempo pada 2005.
Thalib tercatat bekerja untuk kantor pengacara Victor B. Laiskodat
& Associates di Melawai, Jakarta Selatan. Tapi, ketika Tempo mendatangi
kantor ini, ia tak lagi bekerja di sana. "Lima tahun lalu sudah
keluar," kata Mie Gebu, staf kantor ini. Beberapa orang yang berjanji bisa
menghubungkan dia dengan Tempo juga gagal menemukannya. Ia juga tak pernah
memenuhi panggilan polisi, yang menangani kasus Ampera.
Sumber Tempo di kalangan preman menyebutkan, Thalib merupakan pengganti Basri
Sangaji. Ia menguasai tempat-tempat hiburan elite di Jakarta Selatan.
"Termasuk lingkungan pasar Blok M-Melawai," katanya. Adapun kelompok John Kei, menurut salah satu pentolannya, Agrafinus, berfokus
pada jasa penagihan dan pengacara. Kelompok ini tidak
masuk ke bisnis pengamanan tempat hiburan, perparkiran, ataupun pembebasan
tanah. "Level kami bukan kelas recehan seperti itu," katanya. Sebab itulah,
Daud Kei membantah tuduhan pertikaian di Blowfish dan Ampera dilatari perebutan
lahan bisnis. "Kami etnis Maluku tidak ada bisnis penjagaan tempat hiburan,"
dia menegaskan.
John Kei
Namun, menurut seorang preman senior, pertikaian antarkelompok separah itu
umumnya karena berebut suplai atau meminta jatah. Sebab,
perputaran uang di tempat-tempat dugem (dunia gemerlap) itu luar biasa besar.
"Bayangin aja, dari suplai tisu, snack, minuman, sampai
narkoba ada," tuturnya.
Berbeda dengan John Kei, Umar Kei meluaskan bisnisnya ke pembebasan tanah,
termasuk penjagaannya. Di lahan ini juga bermain Forum Betawi Rempug dan Badan
Pembina Potensi Keluarga Besar Banten. Adapun perparkiran umumnya dipegang
ormas lokal Betawi atau Banten, contohnya Haji Lulung.
Dari semua bisnis yang dilakoni kelompok etnis itu, sumber Tempo menuturkan,
penghasilan terbesar ada di proyek pembebasan tanah. "Nilainya setara
dengan uang jajan setahun," katanya. Mereka biasa menyebut penghasilan ini
sebagai "jatah preman", yang dipelesetkan menjadi "jatah reman".
Di tingkat kedua, penjagaan tempat hiburan malam. Kali ini jatahnya dipakai
untuk "uang jajan sebulan". Sedangkan bisnis perpakiran menghasilkan
jatah preman berupa "uang jajan harian".
Tak mengherankan bila dunia para jagoan ini sering diwarnai pertikaian, bahkan
sampai berdarah-darah.
0 comments:
Posting Komentar